Hello from Tangerang!
LANJUT SOAL TANGERANG coii...
Berawal dari ikutan Job Fair di kampus, bulan April 2015. Iseng-iseng masukin CV ke beberapa perusahaan dan singkat cerita saya lolos ke satu perusahaan dan berangkatlah ke Tangerang di awal Mei 2015.
Saya diterima bekerja sebagai Management Trainee di salah satu shoe factory di Tangerang yang memproduksi sepatu untuk salah satu merk sepatu internasional. Perjalanan penuh keringat dimulai sejak awal sampai di Tangerang. Berangkat bersama teman-teman baru dari Stasiun Solo Balapan menuju Stasiun Pasar Senen dan sepertinya saya salah langkah karena membawa koper yang lebih mirip kaya kulkas saking gedenya (pikirnya sekali bawa aja jadi ga perlu paketin barang-barang lagi dari Solo). Endingnya kacau karena itu koper mau ga mau harus diselipin di bawah seat dan akhirnya ga bisa selonjor selama perjalanan. TERSIKSA...
AND YEAH, WELCOME TO TANGERANG...
Bekerja di tempat ini mengajarkan saya banyak hal. Dari negatif sampe positif. Merasakan gimana berjuang muter-muter pabrik waktu training. Panas-panas sampe gosong, keringetan bejubel naik bus jemputan, muka kusem dan menghitam penuh jerawat, sampai ngerasain makan di kantin yang menunya super standard.
Well, itu hanya sekelumit kecil dari yang terjadi selama di Tangerang. Sisi positifnya (UNTUNGNYA) lebih banyak.
Tangerang...
Hingga saat final presentasi tiba, saya cuma bisa berjuang memberikan yang terbaik yang saya bisa. Secara ide saya ini sangat bertolak belakang dengan background pendidikan saya. Yang saya pikirkan saat itu bukan hanya menunjukkan kemampuan saya tapi juga bagaimana caranya saya tidak membuat malu sang mentor.
Lulus MT dong.....
Banyak hal disini yang mendorong saya untuk terus memperbaiki diri. Bukan mencari kesempurnaan, hanya melakukan improvisasi diri untuk bekal saya ke depannya (sedap...).
KURANGI MENGELUH, TALK LESS DO MORE
Pernah denger kalimat 'hasil tidak akan membohongi proses?'
Apapun yang sedang kalian perjuangkan sekarang, pastikan dan yakini itu yang terbaik untuk kalian. Setiap perjuangan akan menjadi tolak ukur kesuksesan (abaikan, saya lelah kayanya).
Saya sangat bersyukur dan tidak menyesal dengan keputusan saya merantau disini. Kalau ga ke Tangerang, mungkin saya masih berkutat di rumah, ga belajar apapun, ga ketemu teman-teman dan semua orang yang memberikan banyak pelajaran untuk saya disini.
Terimakasih banyak Tangerang! See you soon!
Akhirnya merasakan hidup merantau!! Kalau ditanya gimana rasanya merantau? Jawabannya adalah SERU!
Ini semacam keinginan terpendam karena dari dulu pengen bisa tinggal di luar kota (bahkan luar negeri). Karena sejak bayi sampai kuliah hidupnya di Solo terus. Eh bukan berarti ga suka tinggal di Solo ya.
Solo is the most beautiful city for me. Where my feet may leave but my heart will always be.
Tapi dasar anaknya emang bosenan. Pengennya selalu ada di tempat yang baru dengan suasana baru. Apa daya budaya pingitan masih diberlakukan dengan tidak diperbolehkan keluar dari Solo sampai kelar kuliah.
Ini semacam keinginan terpendam karena dari dulu pengen bisa tinggal di luar kota (bahkan luar negeri). Karena sejak bayi sampai kuliah hidupnya di Solo terus. Eh bukan berarti ga suka tinggal di Solo ya.
Solo is the most beautiful city for me. Where my feet may leave but my heart will always be.
Tapi dasar anaknya emang bosenan. Pengennya selalu ada di tempat yang baru dengan suasana baru. Apa daya budaya pingitan masih diberlakukan dengan tidak diperbolehkan keluar dari Solo sampai kelar kuliah.
LANJUT SOAL TANGERANG coii...
Berawal dari ikutan Job Fair di kampus, bulan April 2015. Iseng-iseng masukin CV ke beberapa perusahaan dan singkat cerita saya lolos ke satu perusahaan dan berangkatlah ke Tangerang di awal Mei 2015.
Saya diterima bekerja sebagai Management Trainee di salah satu shoe factory di Tangerang yang memproduksi sepatu untuk salah satu merk sepatu internasional. Perjalanan penuh keringat dimulai sejak awal sampai di Tangerang. Berangkat bersama teman-teman baru dari Stasiun Solo Balapan menuju Stasiun Pasar Senen dan sepertinya saya salah langkah karena membawa koper yang lebih mirip kaya kulkas saking gedenya (pikirnya sekali bawa aja jadi ga perlu paketin barang-barang lagi dari Solo). Endingnya kacau karena itu koper mau ga mau harus diselipin di bawah seat dan akhirnya ga bisa selonjor selama perjalanan. TERSIKSA...
AND YEAH, WELCOME TO TANGERANG...
Bekerja di tempat ini mengajarkan saya banyak hal. Dari negatif sampe positif. Merasakan gimana berjuang muter-muter pabrik waktu training. Panas-panas sampe gosong, keringetan bejubel naik bus jemputan, muka kusem dan menghitam penuh jerawat, sampai ngerasain makan di kantin yang menunya super standard.
Well, itu hanya sekelumit kecil dari yang terjadi selama di Tangerang. Sisi positifnya (UNTUNGNYA) lebih banyak.
Mengajarkan saya yang namanya BERJUANG. Berjuang dapet kos contohnya. Gimana saya dan temen-temen baru yang selanjutnya saya sebut saudara baru, berjuang mencari kos saat selesai induksi di kantor.
Dari Legok menuju Karawaci, ber-6 nyewa angkot (hebat, Jevi naik angkot!) dan itu angkot uda penuh ama koper cewe-cewe ribet nan bawel. Kalau bapak sopir angkotnya ga sabar, mungkin kita uda dibuang di tengah jalan.
Masih soal berjuang. Ga pernah kebayang sebelumnya harus naik bus jemputan non-ac yang drivernya uda macem pembalap, yang full dangdut selama perjalanan. Tapi anehnya, saya nyaman saat naik bus itu, bahkan sampe teler merem-merem di dalem bus kalo lagi kecapean (trust me, jangan sebelahan sama saya di bus kalo saya lagi ngantuk, Saya bisa jadi orang super rese yang ngambil banyak space di dalem bus).
Selama training, saya dan teman-teman yang disebut WAVE 18 setiap hari berjuang buat mencerna mater-materi training. Dari yang nahan ngantuk pas in-class training, senjata saya adalah pake kacamata minus (karena kebetulan minusnya lumayan, ditambah silinder, lensa jadi rada tebel) dan poni lempar, kalo mentor ada di sisi kanan, poni diarahin ke kanan jadi ga keliatan kalo lagi merem. Saat gemba (training ke departments) kita berjuang dengan yang namanya proses. Proses mencerna materi yang berat buat dicerna anak lulusan Ilmu Hukum seperti saya. Material, mesin, proses, sistem, harus cari improvement, etc, harus dipahami dalam waktu singkat. Berangkat pagi, pulang petang, sampe kos ngerjain daily report, ada nyiapin weekly presentation, monthly presentation.
Cape? Banget. Males? Pollll. Enjoy? Lagi-lagi anehnya, saya enjoy dengan itu. Dengan keluarga baru yang kadang ada drama-drama telenovela nya, tapi satu sama lain saling tau gimana caranya memberi semangat.
Dari Legok menuju Karawaci, ber-6 nyewa angkot (hebat, Jevi naik angkot!) dan itu angkot uda penuh ama koper cewe-cewe ribet nan bawel. Kalau bapak sopir angkotnya ga sabar, mungkin kita uda dibuang di tengah jalan.
Masih soal berjuang. Ga pernah kebayang sebelumnya harus naik bus jemputan non-ac yang drivernya uda macem pembalap, yang full dangdut selama perjalanan. Tapi anehnya, saya nyaman saat naik bus itu, bahkan sampe teler merem-merem di dalem bus kalo lagi kecapean (trust me, jangan sebelahan sama saya di bus kalo saya lagi ngantuk, Saya bisa jadi orang super rese yang ngambil banyak space di dalem bus).
Selama training, saya dan teman-teman yang disebut WAVE 18 setiap hari berjuang buat mencerna mater-materi training. Dari yang nahan ngantuk pas in-class training, senjata saya adalah pake kacamata minus (karena kebetulan minusnya lumayan, ditambah silinder, lensa jadi rada tebel) dan poni lempar, kalo mentor ada di sisi kanan, poni diarahin ke kanan jadi ga keliatan kalo lagi merem. Saat gemba (training ke departments) kita berjuang dengan yang namanya proses. Proses mencerna materi yang berat buat dicerna anak lulusan Ilmu Hukum seperti saya. Material, mesin, proses, sistem, harus cari improvement, etc, harus dipahami dalam waktu singkat. Berangkat pagi, pulang petang, sampe kos ngerjain daily report, ada nyiapin weekly presentation, monthly presentation.
Cape? Banget. Males? Pollll. Enjoy? Lagi-lagi anehnya, saya enjoy dengan itu. Dengan keluarga baru yang kadang ada drama-drama telenovela nya, tapi satu sama lain saling tau gimana caranya memberi semangat.
Perjuangan selanjutnya adalah mempersiapkan Final Presentation yang berperan penting dalam menentukan kelulusan training kami. Saya lupa persisnya berapa lama kami diberikan waktu, tapi otak rasanya buntu buat nemuin ide baru. Saat nemu ide, rintangan selanjutnya adalah menemukan mentor. Thank God saya dikasi kemudahan menemukan mentor. Di saat teman-teman yang lain masih sibuk cari ide, saya sudah bernafas lega karena ide improvement saya disetujui. Di saat semua orang keberatan jadi mentor, dengan mudahnya saya menemukan mentor yang lumayan nekat karena dengan senang hati jadi mentor buat 2 orang.
Bekal mengerjakan Final Project |
Lulus MT dong.....
Perjuangan selanjutnya. Berjuang di department dimana saya ditempatkan. Setelah officially lolos MT, pake seragam baru, masuk department, berjuang lagi. Karena saya juga mengalami yang namanya mutasi ke kantor baru karena kepentingan perusahaan. Adaptasi lagi, ninggalin temen-temen di kantor lama. Yang meskipun di kantor ini saya kenal beberapa orang juga, tapi kalo namanya uda nyaman sama orang-orang tertentu kan susah mau move on (lah ini kenapa jadi curhat?)
Konflik-konflik dalam pekerjaan dengan segala drama dan ceritanya pun (akhirnya) saya alami. Dari yang hanya mendengar cerita-cerita seram soal dunia kerja, pada akhirnya itu menjadi salah satu cerita yang saya alami. Konflik dengan teman satu department (yah gimana department isinya cewe semua, satu kelar bulanan, 3 lainnya PMS). Konflik dengan atasan (Lucky me dapet atasan Expatriate yang tentunya susah-susah gampang untuk menyesuaikan dengan budaya beliau).
Karena department dimana saya ditempatkan ini lebih banyak bersinggungan dengan para Top Management, membuat saya harus menyesuaikan diri dengan pola kerja mereka masing-masing. Dari sini banyak hal yang membuat saya semakin bertambah ilmu. Banyak hal yang saya pelajari dari beliau-beliau. Kisah suksesnya, cara kerja mereka, mindset yang mereka miliki bahkan bagaimana kehidupan sehari-hari mereka yang membuat saya kadang terheran-heran. Enak ga enak juga kerjanya, enak karena semacam kursus gratis ke mereka. Ga enak karena mayoritas mereka adalah workaholic yang perfeksionis. Salah sedikit bisa fatal akibatnya. Belum lagi dengan style mereka yang unik-unik. Ada yang mengayomi, ada yang cuek, ada juga yang terlalu mendikte sehingga kamu ga ada kesempatan untuk berkata tidak. Atasan memang satu, tapi kalau ada project-project tertentu, atasan bisa beranak-pinak jadi banyak. Bersinggungan langsung dengan Top Management juga membuat saya harus bisa luwes dalam bekerja.
Pekerjaan saya sebagai external assistant membuat saya banyak bertemu dengan pihak-pihak luar untuk menjalin kerjasama dengan perusahaan dimana saya bekerja. Saya harus bisa mencari cara agar keinginan kedua belah pihak, baik perusahaan maupun vendor (kami menyebut pihak-pihak luar ini sebagai vendor) terakomodir. Enak sih jadi sering terima entertain, tapi beban moral jauh lebih besar apabila dalam project tersebut masih harus direview ulang dan disini saya merasa berhutang dengan para vendor tersebut. Lebih beban lagi kalau project tersebut dibatalkan (seketika merasa bersalah dengan vendor).
Konflik-konflik dalam pekerjaan dengan segala drama dan ceritanya pun (akhirnya) saya alami. Dari yang hanya mendengar cerita-cerita seram soal dunia kerja, pada akhirnya itu menjadi salah satu cerita yang saya alami. Konflik dengan teman satu department (yah gimana department isinya cewe semua, satu kelar bulanan, 3 lainnya PMS). Konflik dengan atasan (Lucky me dapet atasan Expatriate yang tentunya susah-susah gampang untuk menyesuaikan dengan budaya beliau).
Karena department dimana saya ditempatkan ini lebih banyak bersinggungan dengan para Top Management, membuat saya harus menyesuaikan diri dengan pola kerja mereka masing-masing. Dari sini banyak hal yang membuat saya semakin bertambah ilmu. Banyak hal yang saya pelajari dari beliau-beliau. Kisah suksesnya, cara kerja mereka, mindset yang mereka miliki bahkan bagaimana kehidupan sehari-hari mereka yang membuat saya kadang terheran-heran. Enak ga enak juga kerjanya, enak karena semacam kursus gratis ke mereka. Ga enak karena mayoritas mereka adalah workaholic yang perfeksionis. Salah sedikit bisa fatal akibatnya. Belum lagi dengan style mereka yang unik-unik. Ada yang mengayomi, ada yang cuek, ada juga yang terlalu mendikte sehingga kamu ga ada kesempatan untuk berkata tidak. Atasan memang satu, tapi kalau ada project-project tertentu, atasan bisa beranak-pinak jadi banyak. Bersinggungan langsung dengan Top Management juga membuat saya harus bisa luwes dalam bekerja.
Pekerjaan saya sebagai external assistant membuat saya banyak bertemu dengan pihak-pihak luar untuk menjalin kerjasama dengan perusahaan dimana saya bekerja. Saya harus bisa mencari cara agar keinginan kedua belah pihak, baik perusahaan maupun vendor (kami menyebut pihak-pihak luar ini sebagai vendor) terakomodir. Enak sih jadi sering terima entertain, tapi beban moral jauh lebih besar apabila dalam project tersebut masih harus direview ulang dan disini saya merasa berhutang dengan para vendor tersebut. Lebih beban lagi kalau project tersebut dibatalkan (seketika merasa bersalah dengan vendor).
Salah satu foto dengan vendor dalam project video company profile |
Masih soal hubungan dengan vendor, hal lain yang terkadang bikin sesak nafas adalah bargaining. Tapi balik lagi, yang namanya cewe, Jevi pula namanya, nawar harga malah dijadikan hal yang fun (maklum, keseringan ke Pasar Klewer nih jadi begini, mulutnya licin macem dikasi lumut kalau pas lagi nawar). Apalagi kalau hasilnya bisa beda setengah harga, ada kepuasan tersendiri pas ngelakuin itu (kalau ada salah seorang dari vendor baca ini, paling saya dikutuk abis-abisan). Kok bisa dapat setengah harga pas nawar? Modalnya cuma santun & lembut tapi straight to the point.
![]() |
Berfoto setelah resmi lolos MT. Memakai seragam di hari pertama |
Next Lesson...
Disini saya belajar bagaimana rasanya jauh dari keluarga. Yang artinya saya harus lebih menjaga diri sendiri. Yang tadinya makan aja musti diingetin, dimasakin, disiapin, berubah menjadi Jevi yang harus inget sendiri kewajibannya apa. Harus ngerti makanan apa yang boleh dan ga bole dimakan, yang bisa bantu-bantu masak pas ada temen lagi masak.
Tangerang juga membuat saya belajar bagaimana caranya agar bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar secepat mungkin. Karena menurut saya, orang yang susah beradaptasi akan lebih tertinggal oleh yang lainnya. Jadi sebisa mungkin saya harus jadi orang yang luwes dan bisa menahan ego. Satu hal yang saya pelajari adalah, kita tidak bisa meminta orang lain berubah sesuai apa yang kita mau. Tapi kita bisa merubah diri kita menjadi lebih baik. Itu yang akan mendorong lingkungan sekitar kita menjadi lebih baik. Bahkan lebih dari apa yang kita harapkan.
Semakin banyak berteman, saya makin bisa memahami karakter orang lain. Yang baik, bener-bener baik, baik luar biasa, atau orang yang baik tapi jahat, jahat banget, ada juga yang licik. Belajar untuk tetap bersikap baik ke orang-orang yang sebenarnya saya tidak suka atas sikap mereka, bukan menjadi orang bermuka dua atau fake, hanya berusaha untuk menahan diri agar tidak menjadi sama seperti mereka. SELF CONTROL. Semua ini menjadi pelajaran tersendiri yang bisa jadi bekal untuk ke depannya.
Tangerang juga membuat saya belajar bagaimana caranya agar bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar secepat mungkin. Karena menurut saya, orang yang susah beradaptasi akan lebih tertinggal oleh yang lainnya. Jadi sebisa mungkin saya harus jadi orang yang luwes dan bisa menahan ego. Satu hal yang saya pelajari adalah, kita tidak bisa meminta orang lain berubah sesuai apa yang kita mau. Tapi kita bisa merubah diri kita menjadi lebih baik. Itu yang akan mendorong lingkungan sekitar kita menjadi lebih baik. Bahkan lebih dari apa yang kita harapkan.
Semakin banyak berteman, saya makin bisa memahami karakter orang lain. Yang baik, bener-bener baik, baik luar biasa, atau orang yang baik tapi jahat, jahat banget, ada juga yang licik. Belajar untuk tetap bersikap baik ke orang-orang yang sebenarnya saya tidak suka atas sikap mereka, bukan menjadi orang bermuka dua atau fake, hanya berusaha untuk menahan diri agar tidak menjadi sama seperti mereka. SELF CONTROL. Semua ini menjadi pelajaran tersendiri yang bisa jadi bekal untuk ke depannya.
Piknik bersama teman-teman Wave 18 ke Dufan |
Kalau dibilang hidup sendiri di luar kota itu berat, saya bilang tergantung bagaimana mindset nya. Berusaha sebisa mungkin menikmati apa yang ada sekarang dan bersyukur. Hal yang tidak menyenangkan akan berujung kebahagiaan asalkan kita tau bagaimana mensikapi suatu masalah.
KURANGI MENGELUH, TALK LESS DO MORE
Kalimat ini bener dan bagus banget kalau diterapkan. Dear calon-calon anak rantau, percayalah, ibukota ga sekejam yang kalian bayangkan (Tangerang bisa dibilang ibukota juga kan?). Masih kejam ibu tiri kok, bener deh.
Kuncinya dua, membuka diri, membuka pikiran, itu aja. Dua hal ini akan membawa kalian ke banyak hal positif. Jadi banyak bersyukur, bisa melihat masalah dari sisi lain, menjadi lebih obyektif dan logis, juga bisa mengembangkan kepribadian kalian ke arah yang lebih baik.
Jangan percaya dengan kalimat-kalimat yang menjatuhkan. Saat orang-orang berusaha menjatuhkan saya dengan berbagai kalimat, yang saya pikirkan hanya satu, tutup mulut mereka dengan dengan bukti, iya, bukti kalo mereka salah dan bukti kalo kita punya kehidupan yang amat sangat lebih baik dari mereka.
Ga perlu cape-cape denger omongan orang yang menjatuhkan, satu-satunya hal yang harus difokuskan adalah mengejar cita-cita dan masa depan.
Jangan pernah merasa bahwa perjuangan kalian sia-sia atau kalian pikir "ah ini masih biasa aja, perjuanganku lebih berat"
Kuncinya dua, membuka diri, membuka pikiran, itu aja. Dua hal ini akan membawa kalian ke banyak hal positif. Jadi banyak bersyukur, bisa melihat masalah dari sisi lain, menjadi lebih obyektif dan logis, juga bisa mengembangkan kepribadian kalian ke arah yang lebih baik.
Jangan percaya dengan kalimat-kalimat yang menjatuhkan. Saat orang-orang berusaha menjatuhkan saya dengan berbagai kalimat, yang saya pikirkan hanya satu, tutup mulut mereka dengan dengan bukti, iya, bukti kalo mereka salah dan bukti kalo kita punya kehidupan yang amat sangat lebih baik dari mereka.
Ga perlu cape-cape denger omongan orang yang menjatuhkan, satu-satunya hal yang harus difokuskan adalah mengejar cita-cita dan masa depan.
Jangan pernah merasa bahwa perjuangan kalian sia-sia atau kalian pikir "ah ini masih biasa aja, perjuanganku lebih berat"
STOP MEMBANDINGKAN MASALAHMU DENGAN MASALAH ORANG LAIN
Mind your own business
Ga akan ada habisnya kalau membandingkan masalahmu dengan orang lain. Yang kalian lihat, orang lain memiliki kehidupan yang lebih nyaman, lebih indah, lebih segalanya dari kalian. Yang terjadi SEBENARNYA adalah, orang-orang tersebut memiliki cerita di balik kenyamanan yang mereka rasakan saat ini. Daripada sibuk-sibuk mikirin hidup orang lain, lebih baik menyibukkan diri untuk memperbaiki hidup.
Pernah denger kalimat 'hasil tidak akan membohongi proses?'
Apapun yang sedang kalian perjuangkan sekarang, pastikan dan yakini itu yang terbaik untuk kalian. Setiap perjuangan akan menjadi tolak ukur kesuksesan (abaikan, saya lelah kayanya).
Saya sangat bersyukur dan tidak menyesal dengan keputusan saya merantau disini. Kalau ga ke Tangerang, mungkin saya masih berkutat di rumah, ga belajar apapun, ga ketemu teman-teman dan semua orang yang memberikan banyak pelajaran untuk saya disini.
Biarpun bentar lagi mau cabs dari Tangerang, tapi kota ini ga akan pernah cabs dari memory. Dan bahkan masih punya keinginan untuk bikin bisnis disini (amin).
Terimakasih banyak Tangerang! See you soon!
1 comments: